Jumat, 24 April 2009

PIDATO TERTULIS PYM PRESIDEN SUKARNO PADA KONFERENSI BESAR GMNI DI KALIURANG JOGJAKARTA, 17 FEBRUARI 1959.

Lenyapkan Sterilitiet Dalam Gerakan Mahasiswa

Terlebih dahulu saya mengucapkan selamat dengan Konferensi Besar GMNI ini.
Dengan gembira saya membaca, bahwa asas tujuan GMNI adalah Marhaenisme. Apa sebab saya gembira?
Tidak lain dan tidak bukan, karena lebih dari 30 tahun yang lalu saya juga pernah memimpin suatu gerakan rakyat -suatu partai politik- yang asasnya pun adalah Marhaenisme.
Bagi saya asas Marhaenisme adalah suatu asas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia. Rumusannya adalah sebagai berikut: Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki susunan masyarakat dan Negara yang didalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya. Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan "tegelijk", menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme. Secara positif, maka Marhaenisme saya namakan juga sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah nasionalisme yang social bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.
Dan siapakah yang saya namakan kaum Marhaen itu? Yang saya namakan Marhaen adalah setiap rakyat Indonesia yang melarat atau lebih tepat: yang telah dimelaratkan oleh setiap kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.
Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur: Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh) Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia, dan Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
Dan siapakah yang saya maksud dengan kaum Marhaenis? Kaum Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot Bangsa. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu, dan Yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imprealisme, kolonialisme, dan Yang bersama-sama dengan massa Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.
Pokoknya ialah, bahwa Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan Marhaenisme seperti yang saya jelaskan di atas tadi. Camkan benar-benar: setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen!
Apa sebab pengertian tentang Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu saya kemukakan kepada Konferensi Besar GMNI dewasa ini?
Karena saya tahu, bahwa dewasa ini ada banyak kesimpangsiuran tentang tafsir pengertian kata-kata Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu.
Saya harapkan mudah-mudahan kata sambutan saya ini saudara camkan dengan sungguh-sungguh, dan saudara praktikkan sebaik-baiknya, tidak hanya dalam lingkungan dunia kecil mahasiswa, tetapi juga di dunia besar daripada massa Marhaen.
Sebab tanpa massa Marhaen, maka gerakanmu akan menjadi steril! Karena itu:
Lenyapkan sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa! Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen! Agar semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni! Dan agar yang tidak murni terbakar mati!
Sekian dulu, dan sekali lagi saya ucapkan selamat kepada Konferensi Besar GMNI, dan mudah-mudahan berhasillah Konferensi Besar ini.
Jakarta, 17 Februari 1959
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/ PEMIMPIN BESAR REVOLUSI
SUKARNO BAPAK MARHAENISME
sumber: http://marhaenis.org

List of Abbreviations

ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Armed Forces of Republic Indonesia)
BAKIN Badan Koordinasi Intelijen Negara (The Coordinating Body of State Intelligence)
BAPPENAS Badan Perencana Pembangunan Nasional (Body for National Development Planning)
BPUPK Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan (The Investigating Committee for the Preparation of Independence)
BTI Barisan Tani Indonesia (Indonesian Peasants Organisation)
CSIS Centre for Strategic and International Studies
DDC Dewey Decimal Classification
DDII Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (Indonesian Council for Islamic Propagation)
DGI Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (Indonesian Council of Churches)
DPRGR Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (Peoples’ Representative Council of Cooperation). The Indonesian Parliament during Soekarno’s Guided Democracy
FKKS Forum Komunikasi Kristen Surabaya (Communication Forum for Christians in Surabaya)
Gasbiindo Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia (Consortium of the Unions of Indonesian Muslim Workers)
GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara (Mainlines of State Policies)
GESTAPU Gerakan September Tigapuluh ( The 30th September Movement)
GKJW Gereja Kristen Jawi Wetan (Christian Church of East Java)
GMKI Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (Movement of Indonesian Christian Students)
Golkar Golongan Karya (Functional Group)
GPIB Gereja Protestan Indonesia Barat (Protestant Church of Western Indonesia)
HMI Himpunana Mahasiswa Islam (Association of Muslim Students)

HOCI Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesiers (Marriage Regulations for Indonesian Christians)
IAIN Institut Agama Islam Negeri (State Institute of Islamic Studies)
ICMI Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (Indonesian Muslim Intellectuals Association)
IDI Ikatan Dokter Indonesia (Association of Indonesian Doctors)
Interfidei Institute for Interfaith Dialogue in Indonesia
KAMI Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (United Action of Indonesian University Students)
KAP-Gestapu Kesatuan Aksi Pengganyangan-Gerakan September 30 (United Action to Crush the 30th September Movement)
KHASEBUL Khalwat Sebulan (One Month Retreat)
KISDI Komite Indonesia Untuk Solidaritas Dunia Islam (Indonesian Committee for Solidarity with the Muslim World).
KNIP Komite Nasional Indonesia Pusat (Central National Committee of Indonesia)
KNPI Komite Nasional Pemuda Indonesia (National Committee of Indonesian Youth)
Kopkamtib Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Command of Security and Order Operations)
Kostrad Komando Strategis Angkatan Darat (Army Strategic Reserve Command)
KPPN Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional (Commission for the Reformation of National Education)
KUA Kantor Urusan Agama (Office of Religious Affairs)
KWI Konferensi Wali Gereja Indonesia (Conference of Indonesian Bishops)
LAI Lembaga Alkitab Indonesia (Indonesian Bible Institute)
LEKRA Lembaga Kebudayaan Rakyat (Institute of People’s Culture)
LKiS Lembaga Kajian Islam dan Sosial (Institute for Social and Islamic Studies)
LP3ES Lembaga Penelitian, Pendidikan & Penerangan Ekonomi dan Sosial (Institute of Research, Education and Information on Social and Economic Affairs)
FEELING THREATENED

LPHN Lembaga Pengembangan Hukum Nasional (Institute for Development of National Law)
LPKUB Lembaga Pengkajian Kerukunan Umat Beragama (Institute for the Study of Religious Harmony)
LSAF Lembaga Studi Agama dan Filsafat (Institute for the Study of Religion and Philosophy)
MADIA Majelis Dialog Antar-agama (Council for Inter-religious Dialogue)
MAN Madrasah Aliyah Negeri (Public Senior High Madrasah)
Manikebu Manifes Kebudayaan (Culture Manifesto)
MASBI Majelis Seni dan Budaya Islam (Council of Islamic Art and Culture)
MAWI Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (High Council of Indonesian Bishops)
MNPK Majelis Nasional Pendidikan Katolik (National Council of Catholic Education)
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat (People’s Consultative Assembly)
MPRS Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Provisional People’s Consultative Assembly)
MUI Majelis Ulama Indonesia (Indonesian Council of Ulama)
NASAKOM Nasionalis, Agama, Komunis (Nationalism, Religion and Communism)
NU Nahdlatul Ulama (The Resurgence of Ulama). The traditionalist Muslim organisation.
OPSUS Operasi Khusus (Special Operation)
P3M Perhimpunan Pengembangan Pondok Pesantren dan Masyarakat (Association for Developing Islamic Boarding Schools and Society)
P4 Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Guidelines for Internalisation and Application of Pancasila)
Parkindo Partai Kristen Indonesia (Indonesian Christian Party)
PDI Partai Demokrasi Indonesia (Indonesian Democratic Party)
PERKIM Pertubuhan Kemajuan Islam Malaysia (Body for the Advancement of Islam in Malaysia)
Perumnas Perumahan Nasional (National Housing)
PGI Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (Communion of Indonesian Churches)
LIST OF ABBREVIATIONS


PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia (Association of Teachers of Republic Indonesia)
PII Pelajar Islam Indonesia (Indonesian Muslim High School Students)
PII Persekutuan Injili Indonesia (Indonesian Evangelical Fellowship)
PKI Partai Komunis Indonesia (Indonesian Communist Party)
PKKTLN Panitia Koordinasi Kerjasama Teknis Luar Negeri (Coordinating Committee for Foreign Technical Cooperation)
PMI/Parmusi Partai Muslimin Indonesia (Indonesian Muslims Party)
PMII Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian Muslim Students’ Movement)
PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (Association of Catholic Students of Republic Indonesia)
PMP Pendidikan Moral Pancasila (Pancasila Moral Education)
PNI Partai Nasionalis Indonesia (Indonesian Nationalist Party)
PPKI Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (The Preparatory Committee of Indonesian Independence)
PPP Partai Persatuan Pembangunan (United Development Party)
PSI Partai Sosialis Indonesia (Indonesian Socialist Party)
REPELITA Rencana Pembangunan Lima Tahun (Five Year Development Plan)
RMS Republik Maluku Selatan (Republic of South Maluku)
SARA Suku, Agama Ras dan Antar-golongan (Ethnicity, Religion, Race and Inter-class)
SMA Sekolah Menengah Atas (Senior High School)
SMP Sekolah Menengah Pertama (Junior High School)
SMUN Sekolah Menengah Umum Negeri (Public Senior High School)
STT Sekolah Tinggi Teologi (Academy of Theology)
WCC World Council of Churches

Gerakan Mahasiswa: Perspektif Historis

Hampir sulit dipisahkan gerakan mahasiwa dengan fase-fase kehidupan berbangsa.
Kekuasan demi kekuasaan sejak jaman penjajahan sampai era Gus Dur berjatuhan oleh
kekuatan pasukan "pamflet" ini. Fenomena ini pun terjadi di negara lain, sebut saja: Juan
Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela (1958), Ayub Khan di
Pakistan (1969), Reza Pahlevi di Iran (1979), Ferdinad Marcos di Piliphina (1985), Chun
Doo Hwan di Korea Selatan (1987), dan banyak lagi. Walaupun kejatuhan rezim-rezim
itu tidaklah semata karena gerakan mahasiswa saja, namun perannya sangat signifikan
untuk menggerakan people power dalam proses mendobrak tirani kekuasaan.
Demikian pula tidak seluruh gerakan mahasiswa mampu memberi inspirasi untuk
tumbuhnya perlawanan total masyarakat, serta kemudian berhasil meruntuhkan suatu
rezim, banyak diantara gerakan mahasiswa yang akhir kandas, baik karena tindakan
represif rejim berkuasa, misalnya: kejadian lapangan Tianamen, di Cina. Atau karena
kuatnya posisi politik rezim berkuasa, sebut saja gerakan "Sebulat Suara" dari Majlis
Perwakilan Pelajar di institusi penyajian tinggi Malaysia, yang tidak mampu
menggoyahkan kekuatan Dato Seri Dr.Mahathir Mohamad; sampai awal tahun ini.
Gerakan mahasiswa Indonesia di awali saat kebangkitan nasional di awal abad yang lalu,
yang dimulai oleh geliatnya mahasiswa STOVIA di Jakarta. Dimana salah satu hasilnya
yang saat ini masih bisa dinikmati, adalah Paguyuban Pasundan. Gebyarnya Sumpah
Pemuda, heroiknya perang kemerdekaan, serta berkumandangnya proklamasi
kemerdekaan; lekat dengan dinamika perjuangan mahasiswa di awal sejarah tegaknya
negara kesatuan RI. Demikian pula, saat tahun 1966, dimana rezim Soekarno dianggap
tidak lagi dianggap mampu menanggulangi kompleksitas permasalahan bangsa saat itu,
gelagak semangat kaum muda tumpah ruah di jalanan, yang akhirnya mampu
menumbangkan Presiden RI pertama ini, serta menghantarkan Soeharto dengan rezim
militernya ke tampuk kekuasaan.
Kemudian sejarah pun mencatat, bagaimana kekuatan kontrol sosial (social control)
bergerak mengkoreksi kinerja rezim orde baru di tahun 1974, sampai mencapai
puncaknya di tahun 1978. Perjuangan di dekade itu memang tidak sempat menurunkan
Soeharto dari tampuk pimpinan negara. Malahan beberapa orang aktivis, seperti :
Hariman Siregar, Syahrir, Dipo Alam dan banyak lagi harus meringkuk di sel-sel tahanan
di tahun 1974 akibat peristiwa yang kita kenal dengan peristiwa Malari. Mereka
menentang investasi asing dan utang luar negeri yang kian hari kian membesar dan
berpotensi memberatkan anak cucu kita dikemudian hari. Pada akhirnya, saat ini kita pun
merasakan bahwa yang mereka perjuangkan itu benar adanya.
Demikian pula Iqbal, Heri Akhmadi, dan banyak lagi aktivis mahasiswa di berbagai kota
seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta harus kembali meringkuk didinginnya sel
tahanan militer. Mereka menentang korupsi yang terus merajalela, serta pemberlakuan
Pancasila sebagai asas tunggal. Aktivitas mereka dianggap menggangu atmosfir
perguruan tinggi, sehingga saat itu oleh Daoed Joesoef (sebagai mendikbud) kampus
harus di normalkan. Keluarlah peraturan pemerintah mengenai NKK/BKK yang
memberangus hak-hak mahasiswa untuk melakukan kontrol sosial, dan melakukan
depolitisasi kampus. Efek konsep NKK/BKK bukan saja merusak tatanan struktural
organisasi intra dan ekstra kampus saja, namun dalam perkembangannya merusak pula
cara pandang dan tingkat kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan sosial dan politik.
Dalam jangka waktu yang panjang -celakanya aromanya masih terasa saat inipragmatisme
telah mengotori cara berpikir kelompok elit mahasiswa, dan sebagian besar
mahasiswa menjadi skeptis terhadap masalah-masalah sosial.
Adalah Fuad Hasan, saat menjabat mendikbud, ia mengeluarkan kebijakan yang pada
dasarnya mengkoreksi NKK/BKK, dan keluarlah konsep Wawasan Almamater.
Walaupun belum sepenuhnya memenuhi tuntutan untuk kembalinya independensi dan
student government, bagi organisasi intra kampus, namun celah-celah depolitisasi mulai
terbuka.
Namun sekali lagi, NKK/BKK bukan sekedar masalah struktural tetapi masalah kultural,
perubahan iklim itu lambat diantisipasi oleh aktivis mahasiswa, yang kandung menimati
posisi sebagai "anak manisnya". Sampai pada satu masa dimana isyu pencabutan SDSB
mampu menjadi pemicu gerakan bersama kaum muda kampus. Momen kebersamaan
serta kepengapan politik saat itu, ternyata mampu mengkristalkan sebuah konsep "musuh
bersama", yakni KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Dan pada akhirnya tiba pada
satu isyu klimaks, yakni "turunkan Soeharto".
Dilihat dari hasil akhir gerakan mahasiswa tahun 1998, adalah gerakan luar biasa.
Mampu menarik emphati masyarakat, dan sekaligus mendorong kekuatan infra struktur
politik, yang sekian lama di bawah bayang-bayang supra struktur politik, untuk dapat
berperan lebih aktip. Terlepas seberapa menyebalkannyapun anggota legislatip saat ini,
namun itu adalah kerja maksimal yang dapat dilakukan oleh kekuatan ekstra parlementer,
dalam hal ini gerakan mahasiswa, di tengah kekuatan intra parlementer tidak mampu
melakukan; untuk mengubah keadaan.
Akan tetapi sehebat apapun hasil akhir gerakan mahasiswa tahun 1998, ada satu
fenomena yang menarik dilihat dari sisi kepemimpinan mahasiswa, yakni tidak
munculnya nama-nama terkenal sebagaimana perjuangan serupa di waktu-waktu yang
lalu. Di satu sisi, fenomena ini bisa dipahami sebagai bentuk kearifan dan kebersamaan.
Namun di sisi lain, menimbulkan arogansi kolektif. Setiap orang berhak merasa dirinya
yang paling berjasa.
Dari diskusi di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe kepemimpinan mahasiswa saat ini
cenderung kolektip. Masing-masing punya jaringan ke dalam maupun keluar sama
baiknya. Jaringan tidak lagi harus dibatasi oleh sekat idielogis, namun dapat lebih
bersipat pragmatik. Untuk proses pembelajaran adaftasi sosial, fenomena itu sah-sah saja,
namun memiliki potensi rentan terhadap penyusupan kelompok kepentingan. Saat ini
masih banyak kader-kader pemimpin mahasiswa yang memiliki moralitas dan visi yang
baik. Mereka tetap tegar dengan posisi historisnya sebagai corong perjuangan
masyarakatnya, walaupun beban mereka jauh lebih berat dibanding masa lalu, yakni
antara lain, iklim pembelajaran di perguruan tinggi yang lebih condong pada pengukuran
kecerdasan inteketual (IQ) sebagai indikator kebermaknaan hasil pendidikan di perguruan
tinggi. Bravo pejuang muda.

Daftar Organ Gerakan 98

Aceh

  • SMUR - Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat

Medan

  • DEMUD- Dewan Mahasiswa untuk Demokrasi
  • Agresu - Aliansi Gerakan Reformasi Sumatera Utara
  • DEMA UMSU Dewan Mahasiswa UMSU
  • GmnI KOTA MEDAN - GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA KOTA MEDAN.
  • FORSOLIMA - FORUM SOLIDARITAS MAHASISWA KOTA MEDAN.

Sumbar

  • FKMSB - Forum Komunikasi Sumatera Barat
  • FABRI - Front Aksi Bersama Rakyat Indonesia

Bandung

  • FKMB - Forum Komunikasi Mahasiswa Bandung
  • FIM B - Front Indonesia Muda Bandung
  • FAMU - Front Aksi Mahasiswa Unisba
  • GMIP - Gerakan Mahasiswa Indonesia Untuk Perubahan
  • KPMB - Komite Pergerakan Mahasiswa Bandung
  • FAF - Front Anti Fasis
  • KM ITB - Keluarga Mahasiswa ITB
  • KM Unpar - Komite Mahasiswa Unpar

Jakarta

× HMI – HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM × IMM – IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

  • Barisan Pendukung Suharto (Irwan Setiawan,Zulfan Lindan,Burza Jarnubi,Idrus Markham)

Tangerang

  • LASKAR ITI - Front Perjuangan Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia

FORMASI (FORUM MAHASISWA INDONESIA) ALIANSI MAJASISWA JAKARTA

Bogor

  • KBM-IPB - Keluarga Besar Mahasiswa - Institut Pertanian Bogor
  • GEMA IPB - Gerakan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

Yogyakarta

  • SMKR - Solidaritas Mahasiswa Untuk Kedaulatan Rakyat
  • KPRP - Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan
  • FKMY - Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta
  • PPPY - Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta
  • FAMPERA - Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat
  • LMMY - Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta
  • DEMA - Dewan Mahasiswa UGM
  • SPPR - Solidaritas Pemuda untuk Perjuangan Rakyat
  • KeMPeD- Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi
  • AMUKRA - Aliansi Mahasiswa untuk Kedaulatan Rakyat - UPN "Veteran"

Solo

  • SMPR - Solidaritas Mahasiwa Peduli Rakyat - berbasis di Universitas Sebelas Maret (UNS)
  • SMPTA - Solidaritas Mahasiswa Peduli Tanah Air

Bali

Purwokerto

  • FAMPR - Forum Aksi Mahasiswa Purwokerto untuk Reformasi
  • FKPMMB - Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Muhammadiyah Purwokerto

Surabaya

  • AbrI - Aksi bersama rakyat Indonesia
  • APR - Arek Pro Reformasi
  • ASPR - Arek Surabaya Pro Reformasi
  • FORMAD - Forum Madani
  • FPM - Front Perjuangan Mahasiswa
  • KAMI - Komite Aksi Mahasiswa ITS
  • KAMUS-PR- Kesatuan Aksi Mahasiswa Untag Surabaya Pro Reformasi

Malang

  • FKMM - Forum Komunikasi Mahasiswa Malang

(forstep} forum studi ekonomi politik

Makassar

  • KONTRA-Komunitas Pelataran Kerakyatan Unhas[www.lmnd-rudihartono.blogspot.com]

Koperasi

PENGERTIAN KOPERASI1)
Oleh:
M. Iskandar Soesilo
A. Asal Kata Koperasi
Kata koperasi, memang bukan asli dari khasanah bahasa Indonesia. Banyak
yang berpendapat bahwa ia berasal dari bahasa Inggris: co-operation, cooperative,
atau bahasa Latin: coopere, atau dalam bahasa Belanda: cooperatie, cooperatieve,
yang kurang lebih berarti bekerja bersama-sama, atau kerja sama, atau usaha bersama
atau yang bersifat kerja sama.
Kata koperasi tersebut dalam bahasa Indonesia sebelum tahun 1958, dikenal
dengan ejaan kooperasi (dengan dua 'o'), tetapi selanjutnya berdasarkan Undangundang
Nomor 79 Tahun 1958 kala kooperasi telah diubah menjadi koperasi (dengan
satu o), demikian seterusnya hingga sampai sekarang.
B. Ide Koperasi
Ide Dasar
Dalam pengertian yang amat umum, ide adalah suatu cita-cita yang ingin
dicapai. Cita-cita berkoperasi juga tumbuh dan berkembang dari berbagai ide yang
melandasinya. Ide berkoperasi, telah berkembang jauh sebelum koperasi itu sendiri
berwujud sebagai koperasi. Ide yang berasal dari berbagai pandangan itu kemudian
melebur ke dalam prinsip-prinsip, asasasas,
atau sendi-sendi dasar koperasi.
Dunia perkoperasian mencatat nama seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia,
Ivan Emelianoft (1860-1900), yang melarikan diri ke Amerika, kemudian membuat
disertasi doktornya berjudul : “Economic Theory Of Cooperation". Buku ini kemudian
menjadi buku teori koperasi yang terkenal. Demikian juga Paul Lambert, seorang aktivis
koperasi di Eropa, dalam bukunya yang terkenal: “Studies On The Social Phylosophy
1) Disadur dari buku Dinamika Gerakan Koperasi Indonesia oleh H.M. Iskandar Soesilo
Of Cooperation ", telah mengupas tentang ide dasar falsafah koperasi yang berangkat
dari nilai-nilai kerja sama.
Kerja sama (cooperation), memang bukan hall yang baru. Bahkan secara
universal, mungkin sama panjangnya dengan sejarah umat manusia itu sendiri. Sangat
mustahil seseorang dapat hidup sendiri. Bergaul, bersosialisasi dan ber homo homini
socius adalah naluri setiap manusia. Sebagai anggota masyarakat, seseorang tentu
memiliki naluri untuk bekerja sama dan tolong menolong.
Di berbagai belahan dunia akan dengan mudah dapat ditemukan bentuk-bentuk
kerja sama yang bersifat "gemeinschaft" atau semacam paguyuban. Antara lain
misalnya: perkumpulan tolong menolong, perkumpulan yang mengurus acara
perkawinan, perkumpulan yang mengurus pembuatan rumah secara bersama-sama,
perkumpulan yang mengurus acara kematian, perkumpulan persaudaraan dan
sebagainya, yang pada umumnya diikat kuat oleh semangat solid yang tinggi.
Secara Teoritik
Beberapa ide yang melandasi lahirnya prinsip-prinsip koperasi antara lain adalah
solidaritas, demokrasi, kemerdekaan, alturisme (sikap memperhatikan kepentingan
orang lain selain kepentingan diri sendiri), keadilan, keadaan perekonomian negara dan
peningkatan kesejahteraan (Ima Suwandi, 1980).
C. Definisi Koperasi
Ada beberapa ilmuwan seperti Margareth Digby, seorang praktisi sekaligus kritikus
koperasi berkebangsaan Inggris, dalam buku "The World Cooperative Movement", juga
Dr. C.R. Fay, dalam buku "Cooperative at Home and Abroad", Dr.G. Mladenant,
ilmuwan asal Perancis, dalam buku "L 'Histoire des Doctrines Cooperatives", kemudian
H.E. Erdman, dalam buku "Passing Of Monopoly As An Aim Of Cooperative", Frank
Robotka, dalam buku "A Theory Of Cooperative", Calvert, dalam buku "The Law and
Principles of Cooperation", Drs. A. Chaniago dalam buku "Perkoperasian Indonesia",
dan masih banyak lagi, masing-masing telah memaparkan pemikirannya tentang apa
yang dimaksud dengan koperasi dan membuat definisi sendiri-sendiri. Demikian juga, di
dalam Setiap Undang-Undang Koperasi yang pernah berlaku juga senantiasa
merumuskan tentang makna koperasi.
Calvert, misalnya, memberi definisi tentang koperasi sebagai organisasi orang-orang
yang hasratnya dilakukan sebagai manusia atas dasar kesamaan untuk mencapai
tujuan ekonomi masing-masing.
Drs. A. Chaniago memberi definisi koperasi sebagai suatu perkumpulan yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang memberi kebebasan masuk dan
keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan
usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Organisasi Buruh Sedunia (Intemational Labor Organization/ILO), dalam
resolusinya nomor 127 yang dibuat pada tahun 1966, membuat batasan mengenai ciriciri
utama koperasi yaitu:
(1) Merupakan perkumpulan orang-orang;
(2) Yang secara sukarela bergabung bersama;
(3) Untuk mencapai tujuan ekonomi yang sama;
(4) Melalui pembentukan organisasi bisnis yang diawasi secara demokratis dan;
(5) Yang memberikan kontribusi modal yang sama dan menerima bagian resiko dan
manfaat yang adil dari perusahaan di mana anggota aktifberpartisipasi.
"Cooperative is an association of persons, usually of limited man, who have
voluntary jointed together, to achieve a common economic end through the formation of
a demokratically controlled business organization, making equitable contribution to the
capital required and accepts a fair share of the risks and benefits of the undertaking"
Selanjutnya dalam pemyataan tentang jatidiri koperasi yang dikeluarkan oleh
Aliansi Koperasi Sedunia (Intemational Cooperatives Alliance/ICA), pada kongres ICA
di Manchester, Inggris pada bulan September 1995, yang mencakup rumusan-rumusan
tentang definisi koperasi, nilai-nilai koperasi dan Prinsip-prinsip Koperasi, koperasi
didefinisikan sebagai "Perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara
sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan
budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara
demokratis" (berdasarkan terjemahan yang dibuat oleh Lembaga Studi Pengembangan
Perkoperasian Indonesia (LSP2I).
Dari berbagai definisi yang ada mengenai koperasi, terdapat hal-hal yang
menyatukan pengertian tentang koperasi, antara lain yaitu:
a. Koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang mempunyai kebutuhan dan
kepentingan ekonomi yang sama, yang ingin dipenuhi secara bersama melaui
pembentukan perusahaan bersama yang dikelola dan diawasi secara demokratis;
b. Koperasi adalah perusahaan, di mana orang-orang berkumpul tidak untuk
menyatukan modal atau uang, melainkan sebagai akibat adanya kesamaan
kebutuhan dan kepentingan ekonomi;
c. Koperasi adalah perusahaan yang hams memberi pelayanan ekonomi kepada
anggota;
Sedangkan pengertian mengenai koperasi dalam uraian ini adalah koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1992 Tentang Perkoperasian, yang mendefinisikan koperasi sebagai "Badan Usaha
yang beranggotakan orangseorang
atau badan-badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan" .
D. Nilai-Nilai Koperasi
Dalam pernyataan Aliansi Koperasi Sedunia, tahun 1995, tentang Jatidiri
koperasi, Nilai-nilai Koperasi dirumuskan sebagai berikut:
Koperasi bekerja berdasarkan nilai-nilai
a. Nilai-nilai organisasi
(1) Menolong diri sendiri
(2) Tanggungjawab sendiri
(3) Demokratis
(4) Persamaan
(5) Keadilan
(6) Kesetiakawanan
b. Nilai-nilai etis
(1) Kejujuran
(2) Tanggung jawab sosial
(3) Kepedulian terhadap orang lain.
E. Prinsip-Prinsip Koperasi
Prinsip-prinsip koperasi (sering juga disebut sebagai asas-asas atau sendi-sendi
dasar koperasi), adalah garis-garis penuntun atau pemandu yang digunakan oleh
koperasi, untuk melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek.
1. Prinsip-prinsip koperasi, pada umumnya diartikan sebagai landasan bekerja bagi
koperasi dalam melakukan kegiatan organisasi dan bisnisnya, sekaligus merupakan
ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari perusahaan-perusahaan
non koperasi.
2. Prinsip-prinsip Koperasi yang pertama kali dikenal dan dirintis oleh Koperasi
Rochdale tahun 1844, sebenamya adalah rumusan yang disepakati oleh seluruh
anggota tentang cara-cara bekerja bagi suatu koperasi konsumsi (D.Danoewikarsa,
1977) yaitu:
a. Menjual barang yang mumi, tidak dipalsukan, dan dengan timbangan yang
benar;
b. Menjual dengan tunai;
c. Menjual dengan harga umum (pasar);
d. Pembagian keuntungan seimbang dengan pembelian anggota dari koperasi;
e. Satu suara bagi seorang anggota;
f. Tidak membeda-bedakan aliran dan agamaanggota.
3. Sedangkan menurut catalan Revrisond Baswir, masih ditambah lagi dengan 3 (tiga)
unsur yaitu :
a. Pembatasan bunga alas modal;
b. Keanggotaan bersifat sukarela; dan
c. Semua anggota menyumbang dalam permodalan.
(Revrisond Baswir, 1997).
4. Sementara itu ada juga yang berpendapat bahwa bentuk asli, prinsip-prinsip
koperasi Rochdaletahun 1844, adalah seperti yang dikemukakan oleh Prof. Coole,
dalam buku "A Century Of Cooperative", yaitu ada 8 (deIapan) hal (E.D.Damanik,
1980), masing-masing adalah:
a. Pengelolaan yang demokratis (Democratic Control);
b. Keanggotaan yang terbuka dan sukarela (Open membership);
c. Pembatasan bunga alas modal (fix or limited interest on capital);
d. Pembagian sisa basil usaha kepada anggota sesuai dengan transaksinya
kepada koperasi (Distribution of surplus in dividend to members in propotion to
their purchase);
e. Transaksi usaha dilakukan secara tunai (Trading strictly on a cash basis);
f. Menjual barang-barang yang murni dan tidak dipalsukan (Selling only pure and
unadultered goods);
g. Menyelenggarakan pendidikan tentang prinsip-prinsip dan koperasi kepada
anggota, pengurus, pengawas dan pegawai koperasi (Providing for the education
of the members, the board and the staff);
h. Netral di bidang politik dan agama (Political and religious neutrality).
5. Koperasi Kredit model Raiffeisen tahun 1860, juga memiliki prinsip-prinsip atau
asas-asas (D.Danoewikarsa, 1977), yaitu:
a. Keanggotaan terbuka bagi siapa saja;
b. Perlu ikut sertanya orang kecil, terutama petani kecil atas dasar saling
mempercayai;
c. Seorang anggota mempunyai hak suara satu;
d. Tidak ada pemberian jasa modal;
e. Tidak ada pembagian keuntungan, sisa hasil usaha masuk ke dalam cadangan.
Sejak semula, penerapan prinsip-prinsip koperasi adalah disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing koperasi di suatu negara, sehingga pada saat itu, prinsip
koperasi memiliki banyak ragam.
Prof. Henzler, dari Jerman (Drs. Hendrojogi, 1997), membagi asas koperasi
menjadi dua hal, yaitu asas yang struktural dan asas yang fungsional.
Democratic control, termasuk asas struktural. Sedangkan asas yang berkaitan
dengan masalah manajemen, kebijakan harga, pemberian kredit, menentukan metode
dan standar dari prosedur-prosedur operasi adalah asas fungsional, yang bisa berbeda
pada beberapa jenis koperasi.
ICA sebagai organisasi puncak perkoperasian sedunia memandang perlu untuk
membuat rumusan umum tentang prinsip-prinsip koperasi yang diharapkan dapat
diterapkan oleh koperasi-koperasi sedunia. Untuk itu, telah dibentuk komisi khusus
guna mengkaji prinsip-prinsip koperasi yang telah dirintis oleh para pionir koperasi
Rochdale. Komisi tersebut telah bekerja pada tahun 1930-1934.
Pada Kongres ICA tahun 1934 di London, komisi khusus yang dibentuk tahun
1934 tersebut menyimpulkan bahwa dari 8 asas Rochdale tersebut, 7 (tujuh) buah di
antaranya dianggap sebagai asas pokok atau esensial, (E.D. Damanik, 1980), yaitu:
a. Keanggotaan bersifat sukarela;
b. Pengurusan dikelola secara demokratis;
c. Pembagian SHU sesuai partisipasi masing-masing anggota dalam usaha
koperasi;
d. Bunga yang terbatas atas modal;
e. Netral dalam lapangan politik dan agama;
f. Tata niaga dijalankan secara tunai;
g. Menyelenggarakan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas dan
karyawan koperasi.
Asas ke delapan, yaitu dilarang menjual barang yang tidak murni atau
dipalsukan, dihapus (Drs.Hendrojogi, Msc, 1997).
Ternyata dalam perkembangannya, tidak semua negara sepakat dengan
rumusan yang dihasilkan oleh komisi khusus tahun 1934, terutama sekali terhadap 3
(tiga) butir rumusan yaitu tentang netral di bidang poitik dan agama, tata niaga
dijalankan secara tunai dan mengadakan pendidikan bagi anggota, pengurus,
pengawas dan staf. Banyak negara yang berbeda pandangan mengenai hal tersebut.
Maka, pada Kongres ICA di Paris tahun 1937, ditetapkan bahwa dari 7 (tujuh)
prinsip koperasi Rochdale yang diakui pada Kongres ICA di London tahun 1934, 4
(empat) yang pertama, telah ditetapkan sebagai prinsip-prinsip ICA sendiri, yaitu:
a. Keanggotaan bersifat sukarela;
b. Pengendalian secara demokratis;
c. Pembagian SHU sebanding dengan partisipasi anggota;
d. Pembatasan bunga atas modal.
Kemudian dalam Kongres ICA di Praha tahun 1948, ICA menetapkan dalam
Anggaran Dasarnya, bahwa suatu Koperasi di suatu husus yang negara dapat menjadi
anggota lembaga terse but hila Koperasi di negara tersebut mempunyai prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a. Keanggotaan bersifat sukarela;
b. Pengendalian secara demokratis;
c. Pembagian SHU sebanding dengan partisipasi anggota;
d. Pembatasan bunga atas modal.
Sementara tiga lainnya, yaitu:
a. Tata niaga dilaksanakan secara tunai;
b. Penyelenggaraan pendidikan dan
c. Netral di bidang politik dan agama menjadi hal yang tidak diwajibkan.
Keadaan menjadi berkembang lagi tatkala Kongres ICA tahun 1966, di Wina
yang memutuskan 6 (enam) prinsip koperasi, yaitu:
a. Keanggotaan yang terbuka dan sukarela (Voluntary and open membership);
b. Pengelolaan yang demokratis (Democratic Administration);
c. Pembatasan bunga atas modal (Limited interest on capital);
d. Pembagian SHU kepada anggota sesuai partisipasi usahanya cara tunai
(Distribution of surplus, in proportion to their purchase);
e. Penyelenggaraan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas dan staf
(Providing for members, board members and staf education);
f. Kerja sama antar koperasi (Cooperation among the cooperatives).
Terakhir, adalah penyempumaan yang dilakukan melalui Kongres ICA tahun
1995 di Manchester, Inggris tahun 1995, yang berhasil merumuskan pernyataan
tentang jati diri koperasi (Identity Cooperative ICA Statement/ICIS), yang butir-butirnya
adalah sebagai berikut:
a. Keanggotaan sukarela dan terbuka;
b. Pengendalian oleh anggota-anggota secara demokratis;
c. Partisipasi Ekonomi Anggota;
d. Otonomi dan Kebebasan;
e. Pendidikan, Pelatihan dan Informasi;
f. Kerja sama di antara Koperasi-Koperasi;
g. Kepedulian Terhadap Komunitas.
F. Landasan Koperasi Indonesia
Di samping melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi yang
berlaku secara universal, keberadaan koperasi Indonesia adalah juga berdasarkan
landasan idiil, yaitu Pancasila dan landasan struktural, yaitu Undang-Undang Dasar
1945.
G. Fungsi dan Peran Koperasi
1. Fungsi Koperasi antara lain adalah:
a. Memenuhi kebutuhan anggota untuk memajukan kesejahteraannya;
b. Membangun sumber daya anggota dan masyarakat;
c. Mangembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota;
d. Mengembangkan aspirasi ekonomi anggota dan masyarakat di lingkungan
kegiatan koperasi;
e. Membuka peluang kepada anggotanya untuk mengaktualisasikan diri dalam
bidang ekonomi secara optimal.
2. Peran Koperasi antara lain adalah sebagai:
a. Wadah peningkatan tarat hidup dan ketangguhan berdaya saing para anggota
koperasi dan masyarakat di lingkungannya;
b. Bagian integral dari sistem ekonomi nasional;
c. Pelaku stategis dalam sistem ekonomi rakyat;
d. Wadah pencerdasan anggota dan masyarakat di lingkungannya.
H. Beberapa Aliran Koperasi
Beberapa pakar koperasi menengarai adanya beberapa aliran dalam koperasi,
seperti;
1. AIiran Socialist school, yang berkeinginan untuk menjadikan koperasl sebagai
batu loncatan untuk mencapai sosialisme.
2. AIiran Commonwealth School, yang menginginkan agar koperasi dapat
menguasai kehidupan ekonomi, dan ini umumnya terjadi di Inggris dan negaranegara
persemakmuran.
3. Aliran Competitive Yardstict School, yang menginginkan agar tumbuhnya
koperasi dapat berperan sebagai penghilang dampak negatif yang diakibatkan
oleh sistem kapitalisme. AIiran ini banyak dianut di Swedia, dan merupakan
bagian dari apa yang disebut sebagai Institutional Economic Balance Theory.
4. AIiran Pendidikan, yang menginginkan hendaknya koperasi berperanan untuk
meningkatkan pendidikan demi tecapainya tujuan peningkatan ekonomi.
5. AIiran Nimes, yang menghendaki agar keberhasilan koperasi dapat memperbaiki
perekonomian semua golongan.
Dalam menyikapi adanya beberapa aliran koperasi tersebut, Koperasi Indonesia,
tampaknya lebih bersikap moderat, yaitu menyaring semua nilai-nilai yang baik dari
masing-masing aliran tersebut, kemudian diaplikasikan sesuai dengan situasi dan
kondisi spesifik masyarakat Indonesia.
Dalam kenyataannya, memang tidak ada aliran yang dianut secara murni oleh
sesuatu negara.
I. Beberapa Hal Pokok Yang Membedakan Koperasi Dengan Badan Usaha Non
Koperasi
Ada beberapa hal pokok yang membedakan koperasi dengan badan usaha lain
yang non koperasi. Hal tersebut antara lain adalah:
1. Koperasi adalah kumpulan orang, bukan kumpulan modal sebagaimana
perusahaan non koperasi.
2. Kalau di dalam suatu badan usaha lain yang non koperasi, suara ditentukan oleh
besarnya jumlah saham atau modal yang dimiliki oleh pemegang saham, dalam
koperasi setiap anggota memiliki jumlah suara yang sama, yaitu satu orang
mempunyai satu suara dan tidak bisa diwakilkan (one man one vote, by proxy).
3. Pada koperasi, anggota adalah pemilik sekaligus pelanggan (owner-user), oleh
karena itu kegiatan usaha yang dijalankan oleh koperasi harus sesuai dan
berkaitan dengan kepentingan atau kebutuhan ekonomi anggota. Hal yang
demikian itu berbeda dengan badan usaha yang non koperasi. Pemegang
saham tidak harus menjadi pelanggan. Badan usahanyapun tidak perlu harus
memberikan atau melayani kepentingan ekonomi pemegang saham.
4. Tujuan badan usaha non koperasi pada umumnya adalah mengejar laba yang
setinggi-tingginya. Sedangkan koperasi adalah memberikan manfaat pelayanan
ekonomi yang sebaik-baiknya (benefit) bagi anggota.
5. Anggota koperasi memperoleh bagian dari sisa basil usaha sebanding dengan
besarnya transaksi usaha masing-masing anggota kepada koperasinya,
sedangkan pada badan usaha non koperasi, pemegang saham memperoleh
bagian keuntungan sebanding dengan saham yang dimilikinya.

Gerakan Mahasiswa

Gerakan Mahasiswa
Definisi :
1. Pengetahuan adalah segala hal yang didapat melalui proses rasional dan empirik yang patuh pada kaidah
tertentu (ilmiah)
2. Universitas adalah sebuah institusi formal yang didalamnya dipelajari segala pengetahuan dan ada proses
dialog antar pengetahuan
3. Academic Freedom adalah Hak/jaminan untuk bebas menyampaikan kritik dalam mimbar akademik, sesuai
kaedah yang berlaku dalam ilmu pengetahuan
4. Student Goverment adalah sebuah institusi formal yang independent (td dapat di pengaruhi otoritas
universitas) di universitas yang terdiri atas mahasiswa.
5. Otonomi kampus adalah kebebasan kampus untuk menentukan kebijakan yang berkaitan dengan
perkembangan pengetahuan
6. Negara adalah sekumpulah masyarakat pada wilayah tertentu yang memiliki kedaulatan
Gerakan Mahasiswa Dan Universitas Secara Filosofis
Ilmu Pengetahuan merupakan rantai kritik (premis 1)
Hingga agar pengetahuan berkembang ia perlu kritik.
Proses kritik terjadi jika ada 3 kondisi :
1. Ada yang di kritik (pernyataan A)
2. Ada yang mengkritik (pernyataan B)
3. Ada iklim yang mendukung terjadinya proses kritik dalam ilmu pengetahuan (KEBEBASAN)
(pernyataan C)
Universitas merupakan institusi formal yang dibuat guna menopang perkembangan pengetahuan (premis 2)
Hal inilah yang membuat mengapa berbicara universitas sangat terkait dengan pengetahuan (pernyataan D)
Pernyataan (C) dan (D) inilah yang nantinya melahirkan apa yang di sebut dengan academic freedom.
Academic freedom merupakan unsur penting dalam universitas (pernyataan E)
Pertanyaan siapakah yang mekritik dan siapa yang dikritik (keterangan pernyataan A dan B) ?
Sebagian besar perubahan besar yang ada di dunia ini dihasilkan oleh orang yang berada diluar paradigma yang ada
(premis 3)
Idealnya mahasiswa berada diluar paradigma yang ada di universitas (paradigma baru) (corrolary premis 3)
Mahasiswa adalah kelompok orang dalam kehidupan universitas (premis 4)
Turunan premis 3 dan pernyataan E
Mahasiswa harus di berikan jaminan untuk menyampaikan kritik dalam mimbar akademik, sesuai kaedah yang
berlaku dalam ilmu pengetahuan (pernyataan F)
Perubahan paradigma dapat terjadi lebih cepat dan efektif jika dikerjakan oleh orang yang banyak (kelompok) yang
dilembagakan (premis 5)
Corrolary premis 5, premis 4 dan pernyataan F
Academic Freedom bagi mahasiswa harus di lembagakan dan otonom
Hal inilah yang melahirkan apa yang nantinya di sebut student goverment
Gerakan Mahasiswa, Pemerintah dan Masyarakat
Kebenaran dalam ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan otoritas yang ada (premis 6)
Hal ini membuat sering kali kebenaran yang di bawa science tidak lagi objektif
Salah satu kaedah ilmu pengetahuan adalah objektifitas (premis 7)
Hasil premis 6 dan 7 ini melahirkan konsep otonomi kampus (pernyataan G)
Ilmu pengetahuan di ciptakan demi kesejahteraan umat manusia (masyarakat) (premis 8)
Selanjutnya kita menggunakan kata masyarakat (level yang lebih kecil) yang lebih dekat posisi universitas itu sendiri
Corrolary premis 8
Universitas dan segala komponennya (misalnya mahasiswa) berkewajiban untuk memberdayakan masyarakat
Pemerintah adalah otoritas formal tertinggi yang mengatur kemaslahatan masyarakat dalam negara (premis 9)
Pemerintah sering kali gagal dalam menjalankan fungsinya untuk mensejahterakan masyarakat (premis 10)
Dari premis 8 dan 10
Mahasiswa berkewajiban untuk melakukan kritik terhadap pemerintah
Hingga dari sini kita dapatkan definisi gerakan mahasiswa :
Gerakan yang dilandasi tradisi akademik (prosel ilmiah) guna melakukan
kritik terhadap otoritas yang ada (universitas dan pemerintah) dan melakukan
perbaikan langsung ke masyarakat, mulai dari tataran ide hingga ke tataran
praktis yang dilakukan oleh mahasiswa
ARAH DISKUSI (jika kita sepakat dengan premis-premis diatas)
1. Apakah gerakan mahasiswa bisa di landasi feeling/intuisi ? Mengapa ?
2. Apakah perubahan yang diusung gerakan mahasiswa layak untuk mengatakan
perubahan harus mulai dari individu-individu ?
3. Apakah gerakan mahasiswa harus menolak patron ? Mengapa ?
4. Apakah gerakan mahasiswa gerakan moral ? Mengapa ?
5. Apakah gerakan mahasiswa butuh student center ? Mengapa ?
6. Apakah gerakan mahasiswa harus bersandar pada sebuah ideologi tertentu ? Apa ?
Mengapa ?
7. Apakah yang diperlukan sebelum kita melakukan sebuah proses kritik ?
8. Apa yang akan kita lakukan sesudah diskusi ini
EDUCATE-ORGANIZE-TRANFORM
Bukanlah Sebuah Proses Yang Linear

Ilmu Politik

Ilmu politik adalah cabang ilmu sosial yang membahas teori dan praktik politik serta deskripsi dan analisa sistem politik dan perilaku politik. Ilmu ini berorientasi akademis, teori, dan riset.


Niccolò Machiavelli, seorang ilmuwan politik berpengaruh.

Ilmuwan politik mempelajari alokasi dan transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran dan sistem pemerintahan termasuk pemerintah dan organisasi internasional, perilaku politik dan kebijakan publik. Mereka mengukur keberhasilan pemerintahan dan kebijakan khusus dengan memeriksa berbagai faktor, termasuk stabilitas, keadilan, kesejahteraan material, dan kedamaian. Beberapa ilmuwan politik berupaya mengembangkan ilmu ini secara positif dengan melakukan analisa politik. Sedangkan yang lain melakukan pengembangan secara normatif dengan membuat saran kebijakan khusus.

Studi tentang politik diperumit dengan seringnya keterlibatan ilmuwan politik dalam proses politik, karena pengajaran mereka biasanya memberikan kerangka pikir yang digunakan komentator lain, seperti jurnalis, kelompok minat tertentu, politikus, dan peserta Pemilihan umum untuk menganalisis permasalahan dan melakukan pilihan. Ilmuwan politik dapat berperan sebagai penasihat untuk politikus tertentu, atau bahkan berperan sebagai politikus itu sendiri. Ilmuwan politik dapat terlihat bekerja di pemerintahan, di partai politik, atau memberikan pelayanan publik. Mereka dapat bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pergerakan politik. Dalam berbagai kapasitas, orang yang dididik dan dilatih dalam ilmu politik dapat memberi nilai tambah dan menyumbangkan keahliannya pada perusahaan. Perusahaan seperti wadah pemikir (think-tank), institut riset, lembaga polling dan hubungan masyarakat sering mempekerjakan ilmuwan politik.

dari : Wikipedia

Asuransi Syariah; Pengantar

Asuransi Syariah

Asuransi syariah adalah salah satu usaha asuransi yang dimaksudkan sebagai usaha atau kegiatan ekonomi proteksi bagi umat muslim. Dimana kebanyakan umat muslim menginginkan kegiatan-kegiatan ekonomi mereka dalam kesehariannya adalah berdasarkan syar’i. Dalam bagian ini akan dibedah mengenai hal-hal yang mendasar dari asuransi syariah. Baik dari sejarah, definisi, hingga praktik.


      1. Sejarah Asuransi Syariah

Perkembangan asuransi dalam sejarah Islam sudah lama terjadi. Praktik asuransi Islam atau pada jaman Nabi Muhammad SAW disebut dengan Al-Alqila pertama dilakukan pada masa Nabi Yusuf as, yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi dari raja Fir'aun. Tafsiran yang ia sampaikan bahwa Mesir akan mengalami masa 7 panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 tahun paceklik. Untuk menghadapi masa sulit itu, Nabi Yusuf as menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil panen pasa masa 7 tahun pertama. Saran Nabi Yusuf as tersebut ini diikuti Raja Fir'aun, sehingga masa sulit tersebut dapat ditangani dengan baik.1

Praktik Al-Alqila yang dilakukan oleh masyarakat Arab dilakukan dimana sekelompok orang membantu untuk menanggung orang lain yang terkena musibah. Nabi Muhammad SAW membuat ketentuan dalam pasal khusus pada Konstitusi Madinah mengenai praktik ini, yaitu pada Pasal 3 isinya, yaitu:2

“Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah diantara mereka.”


Sebelum abad ke-14 asuransi telah dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum datangnya Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Orang-orang Arab yang mahir dibidang perdagangan telah melakukan perdagangan di Negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka mengasuransikannya dengan tidak menggunakan bunga dan riba. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri telah melakukan asuransi ketika melakukan perdagangan di Mekkah. Suatau ketika Nabi Muhammad SAW turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armada perdagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian para pengelola usaha yang merupakan anggota Dana Kontribusi membayar seluruh barang dagangan, termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Sitti Khodijah juga telah menyumbangkan dana pada Dana Kontribusi tersebut dari keuntungan yang diperolehnya.3

Pada paruh abad ke-20 di beberapa Negara Timur Tengah dan Afrika telah mulai mencoba mempratekkan asuransi dalam bentuk takaful yang kemudian berkembang pesat hingga ke negara-negara penduduk non muslim sekalipun di Eropa dan Amerika.


      1. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Syariah
        Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi dalam bahasa Arab di sebut At-ta'min. Pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut mu'amin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min. At-ta'min berasal dari kata “amanah“ yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah men-ta'min-kan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti kerugian atas hartanya yang hilang.4

Konsep asuransi Islam berasaskan konsep takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Kata takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kafala-yakfulu yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Arti Takaful Dalam Pengertian Muamalah yaitu saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca: tabarru') yang ditujukan untuk menanggung risiko tersebut.5

Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama mengenai ketentuan umum angka 1 disebutkan pengertian asuransi syariah (ta'min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.

Asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang dikenal dengan istilah “ta'awun“, yaitu prinsip hidup yang saling melindungi dan saling tolong-menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota asuransi syariah dalam menghadapi hal tak tentu yang merugikan.

Asuransi syariah memiliki beberapa ciri utama:

1. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru', sehingga tidak mengenal premi melainkan infaq atau sumbangan. Dan sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali.

Atau jika tidak tabarru', maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.

2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui ijin yang diberikan oleh jama'ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

3. Dalam asuransi syariah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut ijin jama'ah seperti dalam asuransi takaful.

4. Akad asuransi syari'ah bersih dari gharar dan riba. Sebab perusahaan asuransi diharamkan berinvestasi dengan cara konvensonal yang ribawi. Hanya boleh menggunakan sistem syariah, yaitu bagi hasil.

Selain itu jenis usahanya pun harus dipilih yang halal, tidak boleh misalnya untuk pabrik minuman keras, rokok, usah hiburan maksiat dan sebagainya.

5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental. Dan dari segi keuntungan duniawi maupun ukhrawi, asuransi syariah memiliki keunggulan. Antara lain:

a. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jualbeli antara nasabah dengan perusahaan).

b. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

c. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.

d. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.

e. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tidak memperoleh apa-apa.

f. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.

Dasar Hukum Asuransi Syariah6

Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada Undang-Undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.

Dalam Kitab Undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu:

“Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”


Selain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246, juga dalam Undang-Undang No 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian Pasal 1 disebutkan:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu peristiwa pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”


Pengertian di atas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi asuransi syariah, karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur tentang teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya.

Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan asuransi syariah. Tetapi Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No 21/DSNMUI/ X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah ini tidak mempunyai kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan asuransi syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu:

1. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perijinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang menjadi dasar mendirikan asuransi syariah dalam Pasal 3 Keputusan Menteri ini menyebutkan bahwa:

“…setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi

berdasarkan prinsip syariah…“


Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh ijin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah. Pada Pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

3. Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor 4499/LK/2000 Tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

      1. Perjanjian Asuransi Syariah dan Pelaksanaannya7

1. Akad

Kata akad berasal dari lafal Arab al'aql yang mengandung arti perikatan atau perjanjian. Menurut terminologi fikih, kata akad diartikan sebagai pertalian ijab dan qabul. Ijab yaitu pernyataan melakukan ikatan, sedangkan qabul yaitu pernyataan penerimaan ikatan yang sesuai dengan kehendak syariah dan berpengaruh pada perikatan yaitu dilakukannya hak dan kewajiban para pihak yang melakukan perjanjian.

Sesuai dengan kehendak syariah, seluruh perikatan yang dilakukan para pihak dianggap sah apabila sejalan dengan syariah yaitu berdasar Al-Quran dan Al-Haddist dan ini harus disetujui serta diberitahukan kepada calon nasabah asuransi. Akad yang dituangkan dalam perjanjian asuransi secara tertulis dalam bahasa arab disebut al-wa'du al-maktub. Secara umum dinamakan polis.

Beberapa akad yang terdapat dalam asuransi syariah, yaitu akad tabarru (tolong-menolong), akad mudharabah (bagi hasil), dan jenis akad tijarah (akad yang menuju tujuan komersial) yaitu akad al-musyarakah (partnership ), alwakala (pengangkatan wakil / agen), al-waidah (akad penitipan), asy-syirkah (berserikat), al-musahamah (kontribusi) yang dibenarkan secara syar'i dalam asuransi syariah.

Pada awal penerimaan premi, asuransi syariah menerapkan 2 bentuk akad, yaitu akad tabungan investasi dan akad kontribusi. Akad tabungan investasi berdasarkan pada prinsip al-mudharabah (bagi hasil) dan akad kontribusi menerapkan prinsip hibah. Akad kontribusi inilah yang menjadi dasar penggunaan premi untuk dana tabarru atau dana tolong-menolong atau dana pembayaran klaim. Hibah dilakukan secara berjamaah yang mengandung efek saling menanggung. Besarnya hibah 5%-10% dari total premi dan selebihnya 95%-90% akan masuk dalam tabungan nasabah asuransi.



2. Sistem Operasional Asuransi Syariah

Sistem operasional asuransi syariah dilandasi prinsip-prinsip, yaitu rasa saling bertanggung jawab, kerja sama, dan saling membantu, serta saling melindungi para nasabah asuransi dan perusahaan. Perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib, yaitu puhak yang diberi kepercayaan oleh para nasabahnya sebagai shahibul mal untuk mengelola uang premi dan mengembangkan dengan jalan yang halal sesuai dengan syar'i serta memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan akad.

Berdasarkan akad yang disepakati, perusahaan dan nasabah mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban tertanggung adalah membayar uang premi sekaligus di muka atau secara angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima perusahaan dipisahkan atas rekening tabungan dan rekening tabarru. Sementara itu, hak tertanggung di antaranya adalah mendapatkan uang pertanggungan atau klaim serta bagi hasil jika ada, dengan mudah dan cepat.

Kewajiban perusahaan asuransi adalah memegang amanah yang diberikan para peserta dalam hal mengatasi risiko yang kemungkinan mereka alami. Perusahaan juga menjalankan kegiatan bisnis dan mengembangkan dana tabungan yang dikumpulkan sesuai dengan hukum syariah. Sementara itu dana tabarru yang telah diniatkan sebagai dana kebajikan atau derma yang diperuntukkan bagi keperluan para nasabah yang terkena musibah.

Hak perusahaan asuransi syariah di antaranya menerima premi, mengumpulkan dan mempergunakannya untuk kegiatan bisnis serta mendapatkan bagi hasil dari kegiatan usaha yang dijalankan.

Premi pada asuransi syariah jiwa dan asuransi syariah kerugian berbeda. Pada asuransi jiwa, premi yang dibayarkan peserta terdiri atas unsur tabungan dan tabarru. Unsur tabarru diambil dari tabel mortalita yang besarnya tergantung pada usia dan masa perjanjian. Besarnya unsur tabungan antara 0,75%-1,2%. Untuk asuransi syariah kerugian unsur premi hanya mengandung unsur tabarru yang besarnya merujuk pada rate standar yang ditetapkan Dewan Asuransi Indonesia.

Perusahaan dan peserta memperoleh keuntungan dari hasil surplus underwritting kegiatan investasi dan pengembangan usaha dengan prinsip mudharabah dan prinsip lainya atas petunjuk Dewan Syariah Nasional. Dana tersebut berasal dari dana peserta. Pembagian keuntungan didasarkan atas akad awal yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta dalam bentuk presentase atau sistem pembagian tertentu, seperti 60% : 40%, yaitu 60% bagian untuk perusahaan dan 40% untuk peserta dari pendapatan bersih setelah dikurangi berbagai macam biaya beban asuransi. Bagian perusahaan ini diambil sebagai biaya operasional sebelum menjadi profit perusahaan.

Prinsip underwritting asuransi syariah untuk menyeleksi risiko secara implisit tergabung 2 elemen penting, yaitu seleksi dan pengklasifikasian. Seleksi adalah proses perusahaan dalam mengevaluasi permintaan asuransi oleh calon peserta untuk menentukan batas risiko yang dimiliki calon peserta. Pengklasifikasian adalah proses penetapan individu ke dalam kelompok individu yang sekiranya mempunyai kemungkinan kerugian yang sama atau berdasar jenis asuransi syariah yang sama. Namun, penekanan utama underwritting adalah harus bersifat wasathon, yaitu penekanan pada rasa keadilan bagi nasabah dan perusahaan. Besaran premi ditentukan dari hasil seleksi risiko yang dilakukan underwritting atas permintaan calon tertanggung. Tarif premi yang ideal adalah tarif yang bisa menutupi klaim serta keuntungan yang diperoleh perusahaan.8

Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru semua peserta. Perusahaan sebagai mudharib wajib menyelesaikan proses klaim secara cepat, tepat dan efisien serta tidak merugikan tertanggung dalam pelaksanaan klaim tersebut.

      1. Pembinaan dan Pengawasan Asuransi Syariah di Indonesia9

Dalam Keputusan Presiden RI Nomor. 40 Tahun 1989 Tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian, diatur bahwa yang berwenang mengadakan pembinaan dan pengawasan usaha asuransi adalah Menteri Keuangan.

Pembinaan dan pengawasan tersebut ditujukan untuk semua perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi dan perusahaan Broker Asuransi dan Adjuster Asuransi. Terdapat lembaga syariah yang melakukan pembinaan dan pengawasan perusahaan asuransi syariah di Indonesia, yaitu Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional.


1. Dewan Pengawas Syariah

Perusahaan yang beroperasi berdasarkan sistem syariah. setiap perusahaan asuransi syariah, harus membentuk Dewan Pengawas Syariah. Pembentukan, pengangkatan, dan pemberhentian pengurus Dewan Pengawas Syariah adalah berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

Salah satu tugas Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di perusahaan syariah tersebut.

Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah:

1. Melakukan pengawasan secara periodik pada perusahaan syariah yang berada di bawah pengawasannya.

2. Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan perusahaan syariah kepada pimpinan perusahaan dan Dewan Syariah Nasional.

3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional perusahaan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya 2 kali dalam 1 tahun anggaran.

4. Merumuskan masalah-masalah yang memerlukan pembahasan pembahasanDewan Syariah Nasional.

Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional sehari-hari perusahaan syariah agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah.

Struktur Dewan Pengawas Syariah adalah:

1. Dewan Pengawas Syariah dalam struktur perusahaan setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.

2. Dewan Pengawas Syariah melakuakn pengawasan kepada manajemen dalam kaitannya dengan implimentasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.

3. Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keIslaman yang telah diprogramkan setiap tahun.

4. Dewan Pengawas Syariah ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai di lingkungan perusahaan tersebut.

5. Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab atas seleksi karyawan baru yang dilaksanakan biro syariah.


2. Dewan Syariah Nasional

Dewan Syariah Nasional adalah badan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menangani berbagai masalah yang berhubungan dengan aktifitas perusahaan syariah seluruh Indonesia. Kedudukan, status, dan anggota Dewan Syariah Nasional diatur sebagai berikut:

1. Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia.

2. Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lembaga lain dalam menyusun peraturan untuk lembaga keuangan syariah.

3. Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri dari ulama, praktisi, dan pakar-pakar dalam bidang terkait dengan muamalah syariah.

4. Anggota Dewan Syariah ditunjuk dan diangkat oleh Majelis Ulama Indonesia dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus Majelis Ulama Indonesia pusat selama 5 tahun.


Tugas Dewan Syariah Nasional adalah:

1. Menumbuhkembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan khususnya.

2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.

3. Mengeluarkan fatwa atas produk atau jasa keuangan syariah.

Wewenang Dewan Syariah Nasional adalah:

1. Mengeluarkan fatwa yang terkait Dewan Pengawas Syariah di masing-masing perusahaan syariah dan menjadi dasar hukum pihak terkait.

2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia, dan lain-lain.

3. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang duduk dalam Dewan Pengawas Syariah pada perusahaan syariah.

4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter dalam dan luar negeri.

5. Memberikan peringatan kepada perusahaan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan Dewan Syariah Nasional.

6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.


3. Badan Arbitrase Syariah Nasional ( Basyarnas )

Lembaga yang melakukan penyelesaian sengketa keperdataan secara syariah berdasarkan Al-Quran dan Al-Haddizt terhadap sengketa lembaga keuangan syariah (termasuk Perusahaan Asuransi Syariah) dengan pemerintah, lembaga keuangan lainnya, ataupun masyarakat. Badan ini merupakan penyelesaian sengketa yang dipilih secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa.




1 Wirdianingsih, 2005, Bank Dan asurnsi Islam Di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, Hlm. 224.

2 Hasan Ali AM, 2004, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Historis,Teoritis, dan Praktis, cet 1, Prenada Media, Jakarta, Hlm. 68.


3 Afzalur Rahman, 1996, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 4, diterjemahkan oleh Soeroyo dan

Nastangin, Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta, Hlm. 44.

4Abdullah Amrin, 2006, Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengan Asuransi

Konvensional , Elex Media Komputindo, Jakarta, Hlm. 2.

5 Wirdyaningsih, Op. Cit, Hlm. 227.


6 Wirdyaningsih, Op. Cit, Hlm. 251-256.


7 Abdullah Amrin,Op. Cit, Hlm. 31.


8 Abdullah Amrin, Op. Cit, Hlm. 107.


9 Abdullah Amrin, Op. Cit, Hlm. 229-234.